Text
(Skripsi) Analisis Semiotika Kesenian Tari Tradisional Cingcowong Bilguna Bilamana Di Sanggar Sri Buana Rahayu Kecamatan Luragung Kabupaten Kuningan
Tari Cingcowong lahir dikenal oleh masyarakat sebagai turun wadon atau turun temurun pada perempuan ke turunan perempuan kembali. Cingcowong berasal dari kata “cing” berarti terka, cowong kependekan dari “wong” yang dalam bahasa jawa berarti orang . Awal mulai adanya cingcowong yakni oleh seorang punduh atau yang diyakini pada masa itu sebagai seorang spiritual yang dikenal masyarakat sekitar adalah mbok kukuh. Mbok kukuh ini diperintah oleh seorang kuwu desa yang bernama Kertasantana untuk mengadakan ritual pemanggil hujan, dikarenakan pada saat itu desa sedang mengalami kemarau panjang selama 18 bulan lama nya, sehingga mengakibatkan lahan pertanian yang menjadi mata pencaharian masyarakat sekitar mengalami kerugian. Makna dari tari cingcowong ini sebagai bentuk rasa ucapan syukur masyarakat Luragung kepada Tuhan Yang Maha Esa dan bentuk ikhtiar. Adapun urgensi dan kontribusi penelitian selain sebagai wujud upaya melestarikan dan menjaga nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Luragung khususnya, dan mengungkap tanda dan makna di dalam tarian cingcowong serta agar diapresiasi sehingga mengetahui makna yang sesungguhnya. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif dengan 3 informan kunci yaitu Punduh, Ketua sanggar Sri Buana Rahayu, Pelatih sanggar, dan 1 informan pendukung yaitu penari. Metode penulisan menggunakan pengumpulan data studi pustaka dan studi lapangan. Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan Analisis Semiotika oleh Sander Pierce. Hasil penelitian bahwa tari cingcowong saat ini sebagai pop art atau hiburan bagi masyarakat tetapi tidak mengurangi nilai sejarah yang ada.
Tidak tersedia versi lain