SKRIPSI : AKIBAT HUKUM DARI TIDAK DIBUATNYA PADANAN KONTRAK INTERNASIONAL BERBAHASA ASING KE DALAM BAHASA INDONESIA DITINJAU DARI HUKUM PERJANJIAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN (STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN PT DKI NOMOR: 135/PDT/2020/PT.DKI)
Keberadaan kontrak internasional berbahasa asing sering kali menghadapi banyak persoalan, terlebih lagi jika pembuatan dan pelaksanaan kontrak internasional berbahasa asing tersebut ditundukkan pada ketentuan hukum perjanjian Indonesia. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui keabsahan suatu kontrak internasional berbahasa asing yang tidak dibuatkan padanannya ke dalam bahasa Indonesia, pertimbangan hukum Hakim, serta akibat hukum putusan, dihubungkan dengan ketentuan hukum perjanjian dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum deskriptif, dengan jenis penelitian yuridis-normatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum ini mencakup pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual yang didasarkan pada konsep-konsep Hukum Perdata Internasional. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara studi dokumen dan dianalisis dengan metode analisis normatif kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kontrak internasional berbahasa asing yang tidak dibuat padanannya ke dalam bahasa Indonesia dihubungkan dengan hukum perjanjian dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan adalah batal demi hukum, sebab kontrak internasional tersebut tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian yang keempat, yakni adanya suatu sebab atau kausa yang halal. Pertimbangan hukum yang digunakan oleh Hakim dalam Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor: 135/PDT/2020/PT.DKI adalah tepat dan cukup beralasan menurut hukum, sebab telah mempertimbangkan secara seksama penggunaan SEMA Nomor 7 Tahun 2012, yang selaras dengan ketentuan Pasal 26 ayat (3) dan (4) Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia. Akibat hukum putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 135/PDT/2020/PT.DKI terhadap kontrak internasional berbahasa asing tersebut adalah tetap sah dan mengikat para pihak tersebut sebagai suatu undang-undang. Namun secara normatif, seyogianya kontrak internasional berbahasa asing yang tidak dibuatkan padanannya ke dalam bahasa Indonesia tersebut tetap harus dinyatakan batal demi hukum, sebab telah bertentangan dengan ketentuan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan jo. ketentuan Pasal 26 Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia.
Tidak tersedia versi lain